Komunikasi
Tanpa Kekerasan dalam Keluarga
Keluarga
adalah tempat pertama individu mendapatkan proses pembelajaran, termasuk
pelajaran dalam berkomunikasi. Sejak usia25 minggu, janin sudah dapat mendengar
dan mengenali suara orang-orang terdekatnya. Penelitian membuktikan bahwa
komunikasi yang dilakukan sejak dini semacam itu, akan membuat ikatan emosional
antara bayi dan orangtuanya semakin dekat.
Keluarga
juga berperan besar dalam pembentukan karakter dan perilaku individu. Meskipun
lingkungan di luar keluarga juga dapat mempengaruhi sifat individu, namun
keluarga tetap menjadi tempat utama dimana individu diajarkan tentang nilai dan
norma, termasuk juga kekerasan.
Komunikasi
merupakan hal yang penting untuk mempererat hubungan keluarga. Komunikasi yang
baik akan membuat keluarga lebih kuat daan harmonis. Namun tidak jarang
komunikasi yang dilakukan dengan kekerasan terjadi dalam keluarga. Kekerasan
disini tidak selalu berupa makian atau kata-kata yang tidak baik. Kalimat
teguran, kritik, sindiran, pengancaman berlebihan, atau bahkan pujian yang
menyakiti anak sudah merupakan komunikasi dengan kekerasan. Kalimat seperti
“kamu akan ibu pukul kalau makanmu tidak habis”, atau “ wah tumben sekali kamu
bangun pagi” adalah salah satu contoh komunikasi dengan kekerasan.
Komunikasi
tanpa kekerasan akan memupuk penghormatan, perhatian, dan empati, serta
memunculkan keinginan untuk selalu bersama. Hal paling mudah untuk menghindari
tindakan komunikasi dengan kekerasan adalah dengan mengatakan “tidak” dan “jangan”.
Katakanlah apa yang kita inginkan,bukan apa yang tidak kita inginkan. Demikian
juga apabila kita hendak meminta sesuatu pada seseorang, katakanlah apa yang
kita inginkan untuk dilakukan orang itu, bukan apa yang tidak kita inginkan
untuk dilakukan orang tersebut.
Dengan
terbinanya komunikasi tanpa kekerasan di dalam keluarga, maka anak tersebut
akan memiliki kepribadian dan karakter yang baik. Anak akan menjadi lebih mudah
untuk diajak bekerjasama. Selain itu anak menjadi tidak akan segan bercerita kepada
orangtuanya dan mendiskusikan masalah yang dihadapinya, dengan demikian
oranngtua lebih mudah dalam mengontrol dan mengawasi anaknya.
Belajar mengubah
pikiran, bahasa, dan keputusan moral akan memperkuat persahabatan dan relasi
yang selama ini kita jalin. Semoga bermanfaat dan menjadi renungan kita
bersama.
0 komentar:
Posting Komentar